Sabtu, 04 November 2017

KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU

MAKALAH

ILMU BUDAYA DASAR

“KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU”



Disusun Oleh:

Chyntia Wulandari (11217359)
Faqih Al Fikri (12217147)
Nabila Rama A. (14217343)
Pratama F. Saputra (14217730)





Kelas 1EA12
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Universitas Gunadarma
2017



                                                     DAFTAR ISI                            


HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..  1                                                                                                                                                                                      
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..  2                                                      

BAB 1  PENDAHULUAN……………………………………………………………. 3
1.     1. LATAR BELAKANG……………………………………………………… 3
1.   2. RUMUSAN MASALAH………………………………………………..4
1.   3. TUJUAN PENULISAN………………………………………………….4

BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………………….5
2.     1. PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL………………………………….5
      2.  2. CIRI-CIRI KEARIFAN LOKAL ………………………………………..5
2.  3. PENTINGNYA KEARIFAN LOKAL…………………………………. 6
2.  4. KEARIFAN LOKAL di MINANGKABAU………………………….       7

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………………13
3.     1. KESIMPULAN…………………………………………………………….13
3.   2. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….14














BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG

Pada masalalu Indonesia atau Nuswantara (Nusantara) pernah dalam kondisi tidak miskin, termasuk perempuannya. Pernah pada masa Majapahit dan sebelumnya, salah satu Negara Induk di Nusantara menguasai wilayah Asia Tenggara dan mempunyai peraturan lengkap dalam melindungi segenap tumpah darah dan mensejahterakan warganya. Berbagai bentuk peraturan dan tradisi dari Negara besar dimasalalu diwarisi dalam kearifan lokal yang menjadi panduan etika bermasyarakat dan bernegara.

Pada masa itu filsafat moral yang mencirikan perbuatan dan sifat dari tindakan telah diatur dan mengacu pada kebaikan semua mahluk mikro dan makro kosmos. Mahluk mikro kosmos adalah individu manusia pribadi, sedangkan makro kosmossebagai bagian mahluk social dalam kesimultanan tatanan alam semesta raya.

Salah satu warisan peradaban gemilang tersebut kini dikenal dengan kearifan lokal yang hingga hingga kini menjadi pengetahuan empirik, dipraktekkan, dan dikembangkan dan serta layak direvitalisasi.

Sebagai warisan masalalu, kearifan lokal diartikan sebagai tradisi yang dilaksanakan baik oleh individu maupun kelompok dalam suatu wilayah kecil maupun luas, memiliki muatan nilai penghormatan pada sesama mahluk, alam semesta dan Yang Maha Kuasa yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan manusia.

Kearifan lokal juga mengacu pada kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, diakui sebagai elemen penting yang mampu mepertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat.

Kearifan lokal juga mencirikan suatu partisipasi masyarakat lintas kelas, lintas golongan, lintas gender, lintas religi.Kearifan lokal memiliki potensi untuk mencegah mengurangi pemiskinan perempuan dan masyarakat pada umumnya. Walaupun dalam berbagai definisi kearifan lokal dianggap hal terbatas dalam komunitas wilayah, kesamaan model dan pola prakteknya membuktikan sebagai budaya adiluhur yang dipraktekkan dan diterima secara nasional. Bahkan bila dirunut, Dasar Negara Pancasila yang oleh Soekarno selaku penggagas menyatakan bahwa Pancasila digali dari nilai-nilai yang sudah ada di bumi Nuswantara, nilai yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.

Pada Pancasila tercantum seluruh bentuk kearifan lokal yang dibahasakan secara padat dalam sila Pertama kepercayaan pada Yang Maha Kuasa, sila Kedua saling meghormati, solidaritas dan tolong menolong satu sama lain, sila Ketiga bahu membahu gotong royong saling menguatkan, sila Keempat bermusyawarah, mendengarkan dan menimbang segala putusan bersama untuk tujuan bersama dan sila Kelima berlaku adil dalam hidup bermasyarakat agar  sejahtera tercapai bersama.


1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari untaian diatas, kami akan membahas tentang kearifan lokal, diantaranya:
1.     Pengertian kearifan lokal
2.     Pentingnya kearifan lokal
3.     Kearifan lokal di Minangkabau


1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah ilmu budaya dasar khususnya tentang pembahasan kearifan lokal budaya. Melalui makalah ini, penulis mencoba untuk memberikan pengetahuan mengenai kearifan lokal budaya di Indonesia. Dan senantiasa diharapkan untuk melestarikan budaya kita ini agar tidak punah dan tidak diambil oleh negara lain.



BAB 2

PEMBAHASAN


2.1 PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL

Kearifan Lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan ( wisdom ) yang artinya kebijaksanaan dan lokal ( local ) yang berarti daerah setempat. Jadi secara umum pengertian dari Kearifan Lokal adalah Gagasan-gagasan, nilai-nilai atau pandangan dari suatu tempat yang memiliki sifat bijaksana dan bernilai baik yang diikuti dan dipercayai oleh masyarakat di suatu tempat tersebut dan sudah diikuti secara turun temurun.


2.2 CIRI-CIRI KEARIFAN LOKAL

Kearifan Lokal memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu :
1.     Mempunyai kemampuan mengendalikan.
2.     Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar.
3.     Mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar.
4.     Mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya.
5.     Mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli.
Kearifan Lokal merupakan pengetahuan eksplisit yang muncul dari periode          yang panjang dan berevolusi bersama dengan masyarakat dan lingkungan di daerahnya berdasarkan apa yang sudah dialami. Jadi dapat dikatakan, kearifan lokal disetiap daerah berbeda-beda tergantung lingkungan dan kebutuhan hidup.
        2.3 PENTINGNYA KEARIFAN SOSIAL
Sebagaimana dipahami, dalam beradaptasi dengan lingkungan, masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan peralatan sebagai hasil abstraksi mengelola lingkungan.

Seringkali pengetahuan mereka tentang lingkungan setempat dijadikan pedoman yang akurat dalam mengembangkan kehidupan di lingkungan pemukimannya. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam.

Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Jika kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pengelolaan lingkungan.

Dalam pendekatan kebudayaan ini, penguatan modal sosial, seperti pranata sosialbudaya, kearifan lokal, dan norma-norma yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang utama.

Seperti kita ketahui adanya krisis ekonomi dewasa ini, masyarakat yang hidup dengan menggantungkan alam dan mampu menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dengan kearifan lokal yang dimiliki dan dilakukan tidak begitu merasakan adanya krisis ekonomi, atau pun tidak merasa terpukul seperti halnya masyarakat yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan modern.

Maka dari itu kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya. Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor yang akan mempengaruhi perilaku manusia terhadap lingkungannya.

Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan.

Keadaan demikian memerlukan pengelolaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sehingga dapat meningkatkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri.


2.4 KEARIFAN LOKAL di MINANGKABAU





Kearifan Lokal merupakan adat dan kebiasan  yang telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh  masyarakat hukum adat dalam suatu wilayah di negara tercinta Indonesia ini, seperti Subak di Bali, Bera di Kalimantan dan lain sebagainya.

Di Propinsi Sumatera Barat yang sering juga disebut dengan Ranah Minang, juga terdapat beberapa jenis Kearifan Lokal yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Tanah dan Air diantaranya Rimbo Larangan, Banda Larangan, Tabek Larangan, Mamutiah Durian, Parak, Menanam Tanaman Keras sebelum Nikah, Goro Basamo dan masih banyak lagi yang lainnya.

  •     Rimbo Larangan (Hutan Larangan)



Yaitu hutan yang menurut aturan adat tidak boleh ditebang karena fungsinya yang sangat vital sekali sebagai persediaan air sepanjang waktu untuk keperluan masyarakat, selain itu kayu yang tumbuh dihutan juga dipandang sebagai perisai untuk melindungi segenap masyarakat yang bermukim disekitar hutan dari bahaya tanah longsor. Apabila ada terdapat diantara warga yang akan membuat rumah yang membutuhkan kayu, maka harus minta izin lebih dulu kepada aparat Nagari melalui para pemangku adat untuk menebang kayu yang dibutuhkan dengan peralatan Kapak dan Gergaji tangan.

  •      Banda Larangan (Sungai, Anak Sungai / Kali Larangan) 


Merupakan suatu aliran sungai yang tetap dijaga agar tidak tercemar dari bahan atau benda yang bersifat dapat memusnahkan segenap binatang dan biota lainnya yang ada di aliran sungai sehingga tidak menjadi punah, seperti halnya warga masyarakat tidak boleh menangkap ikan dengan cara Pengeboman, memakai racun, memakai aliran listrik dan lain sebagainya. Untuk panen Ikan dari Banda Larangan tersebut, pihak Pemangku Adat dan Aparat Nagari melaksanakan dengan cara membuka larangan secara bersama-sama masyarakat untuk kepentingan bersama dan hasilnya selain untu masyarakat juga sebahagian untuk KAS Nagari. Biasanya Banda Larangan ini dibuka sekali setahun atau sekali dua tahun tergantung kesepakatan Para Pemangku Adat.

  •     Tabek Larangan (Kolam Larangan)


Yaitu Kolam air yang dibuat secara bersama oleh masyarakat pada zaman dulu dengan tujuan untuk persediaan air bagi kepentingan masyarakat dan didalam Tabek tersebut juga dipelihara berbagai jenis ikan, saat untuk membuka Tabek Larangan tersebut sama dengan seperti di Banda Larangan. 

  •     Mamutiah Durian (Memutih Durian) 


Yaitu kegiatan menguliti pohon durian apabila kedapatan salah seorang warga masyarakat pemilik pohon durian yang memanjat dan memetik buah durian sebelum durian itu matang, hal itu dilakukan sebagai sanksi moral bagi masyarakat yang melakukannya karena dipandang tidak mempunyai rasa sosial antar sesama. Setelah pohon Durian dikuliti maka secara berangsur pohon itu akan mati. Biasanya pemilik pohon durian akan mendapatkan hasil semenjak matahari terbit sampai terbenam, sedangkan disaat malam hari buah durian yang jatuh telah menjadi milik bersama.
  •     Parak 



Yaitu suatu lahan tempat masyarakat berusaha tani dimana terdapat keberagaman jenis tanaman yang dapat dipanen sepanjang waktu secara bergiliran, sehingga pada lahan parak ini terdapat nilai ekonomi yang yang berkelanjutan. Apabila dilihat dari jauh, parak di pandang seolah-olah seperti hutan dan juga berfungsi sebagai penyangga bagi daerah dibawahnya.

Selain itu, Minangkabau juga merupakan daerah asal dari beberapa tokoh nasional yang sangat berpengaruh  dalam upaya merebut kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dulu, diantaranya adalah Mohammad Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Mereka adalah tokoh yang patut dijadikan teladan dan sumber motivasi untuk tetap memperjuangkan dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa bagi seluruh masyarakat di Indonesia pada umumnya dan orang Minang khususnya.

Minangkabau yang terdiri dari berbagai macam suku yang pada awalnya bersumber dari dua suku tertua yaitu Koto Piliang dan Bodi Chaniago yang merupakan warisan dari Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan kemudian kedua suku tersebut mekar seiring dengan bertambah luasnya daerah Minangkabau dan penduduknya.

Anggota suatu suku terdiri atas sebuah keluarga dan keturunannya. Setiap suku harus ada pemimpinnya supaya anggota suku tersebut tidak terpecah belah dan bisa diarahkan kepada hal yang baik. Pemimpin dari suatu suku disebut dengan Penghulu yang memiliki gelar. Gelar tersebut diberikan secara turun temurun dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya. Pewarisan suku kepada anak adalah berdasarkan suku ibunya. Maka, berdasarkan aturan tersebut, Minangkabau menjadi salah satu dari segelintir negara didunia yang menganut sistem matrilineal. Dan sampai saat ini sistem matrilineal hidup berdampingan dengan hukum islam di Minangkabau. Di Minangkabau, posisi yang tertinggi itu tidak hanya diperankan oleh laki-laki sebagai Penghulu, akan tetapi seorang wanita juga memiliki kedudukan yang tinggi dalam  kekerabatannya dengan menjadi Bundo Kanduang. Wanita merupakan pemimpin dan pihak yang memiliki kekuasaan tertinggi terhadap harta pusaka, sedangkan yang laki laki hanya diperbolehkan ikut mengolah dan mengatur pemanfaatan harta pusaka untuk kamanakan (keponakan) dan dunsanaknyo (kerabat atau saudaranya) supaya tidak terjadi selisih paham karena harta pusaka. Maka dari itu, pemilik rumah gadang di Minangkabau adalah wanita sedangkan laki-laki hanya menumpang dirumah istrinya.

Sebagai seorang Bundo Kanduang, wanita di Minangkabau dituntut untuk menjadi seorang yang taat beragama, cerdas, berbudi pekerti yang baik, bijaksana, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Seorang wanita di Minangkabau harus mengerti dengan ungkapan berikut “tahu di mudharat jo manfaat,  mangana labo jo rugi,  mangatahui sumbang jo salah, tahu di unak kamanyangkuik, tahu di rantiang ka mancucuak, ingek di dahan ka mahimpok, tahu di angin nan basiruik, arih di ombak nan basabuang, tahu di alamat kato sampai”. Ungkapan tersebut merupakan seruan bagi kaum wanita di Minangkabau supaya selalu ingat bahwa dia adalah seorang pemimpin (pemilik suku) yang harus menjadi teladan yang
penuh dengan kearifan serta menjaga nama baik keluarga ataupun sukunya. Seorang wanita hendaklah hati-hati dalam bertutur kata supaya tidak ada orang yang tersinggung dan dalam berjalan haruslah memperhatikan langkahnya agar sesuatu yang dilakukan tiak mendatangkan mudarat nantinya, sesuai dengan ungkapan “bakato sapatah di pikiri, bajalan salangkah maliek suruik, muluik tadorong ameh timbangannyo, kaki tataruang inai padahannyo, urang pandorong gadang kanai, urang pandareh hilang aka”. Selain itu, kaum wanita juga harus selalu taat beribadah kepada Allah SWT, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, rendah hati, dan sopan santun. Kaum wanita harus bisa menjadi panutan bagi anak cucunya, harus hidup hemat sebagai pemilik harta kekayaan, tidak boleh berfoya-foya karena harta terebut yang nantinya akan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup anak cucunya kelak. Sehingga, setiap suku di Minangkabau dapat dipastikan memiliki harta benda pusaka masing-masing.
           
Begitu banyaknya suku di Minangkabau dan perkawinan antara dua suku yang sejenis dilarang. Seorang wanita akan di perbolehkan menikah dengan laki-laki yang berasal dari suku lain atau dari luar suku wanita tersebut, apabila terdapat pernikahan dalam satu suku yang sama, maka masyarakat berhak memberikan sanksi sesuai dengan aturan adat di Minangkabau. Biasanya orang yang menikah dengan suku yang sama akan dibung oleh adat, mereka tidak diperbolehkan lagi tinggal di daerah tersebut. Akan tetapi, jika pernikahan itu terjadi antara dua suku yang berbeda maka anak hasil dari pernikahan itu nantinya akan mengikuti suku ibunya, bukan ayahnya. Posisi ayah atau seorang suami di Minangkabau biasanya disebut sebagai Sumando. 



Sumando adalah orang luar (pendatang) di keluarga istrinya dan dia harus menjadi pelindung keluarganya. Seorang sumando juga bisa menjadi mamak di keluarganya dan bertugas untuk mengarahkan kamanakannya. Sesuai dengan pepatah, “ Anak dipangku, kamanakan dibimbiang”. Maka, seorang sumando itu wajib menjadi ayah yang hebat bagi anak anaknya, memberikan contoh yang baik dan mengarahkan dan membimbing kamanakannya. Selain itu, seorang sumando juga tidak diperbolehkan untuk membawa harta sang istri ke keluarganya, karena sumando hanyalah pendatang di keluarga sang istri. Ada 4 kriteria sumando yang terkenal di Minangkabau, yaitu :

·    Sumando Niniak Mamak

Merupakan sumando yang bertanggungjawab terhadap keluarganya, baik dalam keluarga istri maupun keluarganya sendiri, dan berhasil menjadi suri teladan bagi anaknya dan membimbing serta mengarahkan kamanakannya, begitu juga dengan budi pekertinya dalam bergaul dengan masyarakat sekitar.

·   Sumando Langau Hijau

Adalah sebutan bagi sumando yang kerjaannya hanya kawin cerai dan memiliki anak dimana-mana.

·    Sumando Kacang Miang

Adalah sebutan bagi sumando yang hanya menjadi pengganggu dan merusak ketentraman di lingkungan masyarakat.

·    Sumando Lapiak Buruak

Adalah sebutan bagi sumando yang hanya berdiam diri di rumah istrinya, bahkan sampai melupakan kampung halaman dan kemenakannya.

·    Sumando Apak Paja

Adalah sebutan bagi sumando yang hanya bisa menjadi pejantan biasa saja.

·    Sumando Gadang Malendo

Adalah sebutan bagi sumando yang tidak sopan telah mendahului para mamak di rumah istrinya dalam mengatur para kamanakan dan berlagak tanpa malu malu bagaikan pemimpin (kepala kaum) di keluarga istrinya.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Minangkabau memiliki sistem kekerabatan yang unik dan beda dengan daerah lainnya yaitu sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan menurut garis keturunan Ibu tersebut menjadikan wanita di Minangkabau menempati posisi yang sangat penting dalam kaumnya. Sistem matrilineal tersebut menjadi sebuah kearifan lokal masyarakat Minang sejak dahulu sampai dengan saat sekarang ini.

Peran Bundo Kanduang sangat besar sekali pengaruhnya bagi perkembangan suatu suku. Meskipun sistem tersebut terikat dengan adat, kehidupan masyarakat Minang juga harus dibarengi dengan kesungguhan dalam menjalankan syariat Agama Islam yang dianutnya.

Adat Istiadat di Minangkabau dibuat untuk mengatur tata prilaku atau adab pergaulan sehari-hari yang selalu berpedoman kepada Alqur’an sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT karena kecintaanNya kepada hambaNya.

Oleh sebab itu, kearifan lokal yang bernilai tinggi yang menjadi ciri khas suatu daerah dan langka di dunia tersebut harus selalu dijaga, dipelihara, dan dilestarikan keberadaannya, karena kearifan lokal juga termasuk kedalam pencerminan terhadap jati diri masyarakat setempat yang memiikinya, seperti apa prilaku dan adab masyarakat setempat bisa dilihat secara keseluruhan dengan kearifan lokal yang mereka miliki.

Kearifan lokal adalah sebuah pola pikir dan cara pandang yang direalisasikan dalam bentuk kegiatan dan semacamnya dan menjadi tradisi secara turun temurun yang diciptakan bersama oleh masyarakat, dari masyarakat, dan untuk masyarakat.




3.2 DAFTAR PUSTAKA


https://www.infokekinian.com/pengertian-dan-contoh-kearifan-lokal/