MAKALAH
ILMU BUDAYA DASAR
“KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU”
Disusun Oleh:
Chyntia Wulandari (11217359)
Faqih Al Fikri (12217147)
Nabila Rama A. (14217343)
Pratama F. Saputra (14217730)
Kelas 1EA12
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Universitas Gunadarma
2017
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………….. 1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….. 2
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………. 3
1.
1. LATAR BELAKANG……………………………………………………… 3
1. 2. RUMUSAN MASALAH………………………………………………..4
1. 3. TUJUAN PENULISAN………………………………………………….4
2.
1. PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL………………………………….5
2.
2. CIRI-CIRI KEARIFAN LOKAL ………………………………………..5
2. 3. PENTINGNYA KEARIFAN LOKAL…………………………………. 6
2. 4. KEARIFAN LOKAL di MINANGKABAU…………………………. 7
BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………………13
3.
1. KESIMPULAN…………………………………………………………….13
3. 2. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….14
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pada masalalu Indonesia atau Nuswantara (Nusantara) pernah dalam
kondisi tidak miskin, termasuk perempuannya. Pernah pada masa Majapahit dan
sebelumnya, salah satu Negara Induk di Nusantara menguasai wilayah Asia
Tenggara dan mempunyai peraturan lengkap dalam melindungi segenap
tumpah darah dan mensejahterakan warganya. Berbagai bentuk peraturan dan tradisi dari Negara
besar dimasalalu diwarisi dalam kearifan lokal yang menjadi panduan etika bermasyarakat dan bernegara.
Pada masa itu filsafat moral yang mencirikan perbuatan dan sifat dari tindakan
telah diatur dan mengacu pada kebaikan semua mahluk mikro dan makro kosmos. Mahluk mikro
kosmos adalah individu manusia pribadi, sedangkan makro kosmossebagai bagian
mahluk social dalam kesimultanan tatanan alam semesta raya.
Salah satu warisan peradaban gemilang
tersebut kini dikenal dengan kearifan lokal yang hingga hingga kini menjadi pengetahuan
empirik, dipraktekkan, dan dikembangkan dan serta layak direvitalisasi.
Sebagai warisan masalalu, kearifan lokal diartikan sebagai
tradisi yang dilaksanakan baik oleh individu maupun kelompok dalam suatu
wilayah kecil maupun luas, memiliki muatan nilai penghormatan pada sesama
mahluk, alam semesta dan Yang Maha Kuasa yang ditujukan untuk mencapai
kesejahteraan dan kesentosaan manusia.
Kearifan lokal juga mengacu pada kekayaan budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam sebuah masyarakat
dikenal, dipercayai, diakui sebagai elemen penting yang mampu mepertebal kohesi sosial
di antara warga masyarakat.
Kearifan lokal juga mencirikan suatu partisipasi masyarakat
lintas kelas, lintas golongan, lintas gender, lintas religi.Kearifan lokal
memiliki potensi untuk mencegah mengurangi pemiskinan perempuan dan masyarakat pada umumnya.
Walaupun dalam berbagai definisi kearifan lokal dianggap hal terbatas dalam komunitas
wilayah, kesamaan model dan pola prakteknya membuktikan sebagai budaya adiluhur yang
dipraktekkan dan diterima secara nasional. Bahkan bila dirunut,
Dasar Negara Pancasila yang oleh Soekarno selaku penggagas menyatakan
bahwa Pancasila digali dari nilai-nilai yang sudah ada di bumi Nuswantara, nilai yang telah
ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pada Pancasila tercantum seluruh bentuk kearifan lokal yang
dibahasakan secara padat dalam sila Pertama kepercayaan pada Yang Maha Kuasa, sila Kedua saling
meghormati, solidaritas dan tolong menolong satu sama lain, sila Ketiga bahu membahu
gotong royong saling menguatkan, sila Keempat bermusyawarah, mendengarkan dan
menimbang segala putusan bersama untuk tujuan bersama dan sila Kelima
berlaku adil dalam hidup bermasyarakat agar sejahtera tercapai
bersama.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Dari untaian diatas, kami akan membahas tentang kearifan lokal,
diantaranya:
1.
Pengertian kearifan lokal
2.
Pentingnya kearifan lokal
3.
Kearifan lokal di Minangkabau
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat
dalam pelaksanaan tugas mata kuliah ilmu budaya dasar khususnya tentang
pembahasan kearifan lokal budaya. Melalui makalah ini, penulis mencoba untuk
memberikan pengetahuan mengenai kearifan lokal budaya di Indonesia. Dan
senantiasa diharapkan untuk melestarikan budaya kita ini agar tidak punah dan
tidak diambil oleh negara lain.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL
Kearifan Lokal terdiri dari dua
kata yaitu kearifan ( wisdom ) yang artinya kebijaksanaan dan lokal ( local )
yang berarti daerah setempat. Jadi secara umum pengertian dari Kearifan
Lokal adalah Gagasan-gagasan, nilai-nilai atau pandangan dari
suatu tempat yang memiliki sifat bijaksana dan bernilai baik yang diikuti dan
dipercayai oleh masyarakat di suatu tempat tersebut dan sudah diikuti secara
turun temurun.
2.2 CIRI-CIRI
KEARIFAN LOKAL
Kearifan
Lokal memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu :
1.
Mempunyai kemampuan
mengendalikan.
2.
Merupakan benteng untuk bertahan
dari pengaruh budaya luar.
3.
Mempunyai kemampuan
mengakomodasi budaya luar.
4.
Mempunyai kemampuan memberi arah
perkembangan budaya.
5.
Mempunyai kemampuan
mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli.
Kearifan
Lokal merupakan pengetahuan eksplisit yang muncul dari periode yang panjang dan berevolusi bersama
dengan masyarakat dan lingkungan di daerahnya berdasarkan apa yang sudah
dialami. Jadi dapat dikatakan, kearifan lokal disetiap daerah berbeda-beda
tergantung lingkungan dan kebutuhan hidup.
2.3
PENTINGNYA KEARIFAN SOSIAL
Sebagaimana dipahami, dalam beradaptasi dengan lingkungan,
masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud
pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan peralatan
sebagai hasil abstraksi mengelola lingkungan.
Seringkali pengetahuan mereka tentang lingkungan setempat
dijadikan pedoman yang akurat dalam mengembangkan kehidupan di lingkungan
pemukimannya. Keanekaragaman pola-pola
adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang
diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya
alam.
Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dapat
ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Jika kesadaran
tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat
besar dalam pengelolaan lingkungan.
Dalam pendekatan kebudayaan ini, penguatan modal sosial, seperti
pranata sosialbudaya, kearifan lokal, dan norma-norma yang terkait dengan
pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang utama.
Seperti kita ketahui adanya krisis ekonomi dewasa ini,
masyarakat yang hidup dengan menggantungkan alam dan mampu menjaga keseimbangan
dengan lingkungannya dengan kearifan lokal yang dimiliki dan dilakukan tidak
begitu merasakan adanya krisis ekonomi, atau pun tidak merasa terpukul seperti
halnya masyarakat yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan modern.
Maka dari itu kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam
suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus
dapat melestarikan lingkungannya. Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak
terlepas dari pengaruh berbagai faktor yang akan mempengaruhi perilaku manusia
terhadap lingkungannya.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas
berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi
dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup yang berlainan.
Keadaan demikian memerlukan pengelolaan dan pengembangan
lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sehingga dapat meningkatkan keselarasan, keserasian dan
keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu
sendiri.
2.4 KEARIFAN LOKAL di MINANGKABAU
Kearifan Lokal merupakan adat dan kebiasan yang telah
mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang
hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum
adat dalam suatu wilayah di negara tercinta Indonesia ini, seperti Subak di
Bali, Bera di Kalimantan dan lain sebagainya.
Di Propinsi Sumatera Barat yang sering juga disebut dengan Ranah
Minang, juga terdapat beberapa jenis Kearifan Lokal yang berkaitan dengan
pengelolaan Hutan Tanah dan Air diantaranya Rimbo Larangan, Banda Larangan,
Tabek Larangan, Mamutiah Durian, Parak, Menanam Tanaman Keras sebelum Nikah,
Goro Basamo dan masih banyak lagi yang lainnya.
- Rimbo Larangan (Hutan Larangan)
Yaitu
hutan yang menurut aturan adat tidak boleh ditebang karena fungsinya yang
sangat vital sekali sebagai persediaan air sepanjang waktu untuk keperluan
masyarakat, selain itu kayu yang tumbuh dihutan juga dipandang sebagai perisai
untuk melindungi segenap masyarakat yang bermukim disekitar hutan dari bahaya
tanah longsor. Apabila ada terdapat diantara warga yang akan membuat rumah yang
membutuhkan kayu, maka harus minta izin lebih dulu kepada aparat Nagari melalui
para pemangku adat untuk menebang kayu yang dibutuhkan dengan peralatan
Kapak dan Gergaji tangan.
- Banda Larangan (Sungai, Anak Sungai / Kali Larangan)
Merupakan
suatu aliran sungai yang tetap dijaga agar tidak tercemar dari bahan atau benda
yang bersifat dapat memusnahkan segenap binatang dan biota lainnya yang ada di
aliran sungai sehingga tidak menjadi punah, seperti halnya warga masyarakat
tidak boleh menangkap ikan dengan cara Pengeboman, memakai racun, memakai
aliran listrik dan lain sebagainya. Untuk panen Ikan dari Banda Larangan
tersebut, pihak Pemangku Adat dan Aparat Nagari melaksanakan dengan cara
membuka larangan secara bersama-sama masyarakat untuk kepentingan bersama dan
hasilnya selain untu masyarakat juga sebahagian untuk KAS Nagari. Biasanya
Banda Larangan ini dibuka sekali setahun atau sekali dua tahun tergantung
kesepakatan Para Pemangku Adat.
- Tabek Larangan (Kolam Larangan)
Yaitu
Kolam air yang dibuat secara bersama oleh masyarakat pada zaman dulu dengan
tujuan untuk persediaan air bagi kepentingan masyarakat dan didalam Tabek
tersebut juga dipelihara berbagai jenis ikan, saat untuk membuka Tabek Larangan
tersebut sama dengan seperti di Banda Larangan.
- Mamutiah Durian (Memutih Durian)
Yaitu
kegiatan menguliti pohon durian apabila kedapatan salah seorang warga
masyarakat pemilik pohon durian yang memanjat dan memetik buah durian sebelum
durian itu matang, hal itu dilakukan sebagai sanksi moral bagi masyarakat yang
melakukannya karena dipandang tidak mempunyai rasa sosial antar sesama. Setelah
pohon Durian dikuliti maka secara berangsur pohon itu akan mati. Biasanya
pemilik pohon durian akan mendapatkan hasil semenjak matahari terbit sampai
terbenam, sedangkan disaat malam hari buah durian yang jatuh telah menjadi
milik bersama.
- Parak
Yaitu suatu lahan tempat masyarakat berusaha tani dimana
terdapat keberagaman jenis tanaman yang dapat dipanen sepanjang waktu secara
bergiliran, sehingga pada lahan parak ini terdapat nilai ekonomi yang yang
berkelanjutan. Apabila dilihat dari jauh, parak di pandang seolah-olah seperti
hutan dan juga berfungsi sebagai penyangga bagi daerah dibawahnya.
Selain itu, Minangkabau juga merupakan daerah asal dari beberapa
tokoh nasional yang sangat berpengaruh dalam upaya merebut kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dulu, diantaranya adalah
Mohammad Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Mereka adalah tokoh yang patut
dijadikan teladan dan sumber motivasi untuk tetap memperjuangkan dan mempertahankan
persatuan dan kesatuan bangsa bagi seluruh masyarakat di Indonesia pada umumnya
dan orang Minang khususnya.
Minangkabau yang terdiri dari berbagai macam suku yang pada
awalnya bersumber dari dua suku tertua yaitu Koto Piliang dan Bodi Chaniago
yang merupakan warisan dari Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan
Sabatang dan kemudian kedua suku tersebut mekar seiring dengan bertambah
luasnya daerah Minangkabau dan penduduknya.
Anggota suatu suku terdiri atas sebuah keluarga dan keturunannya.
Setiap suku harus ada pemimpinnya supaya anggota suku tersebut tidak terpecah
belah dan bisa diarahkan kepada hal yang baik. Pemimpin dari suatu suku disebut
dengan Penghulu yang memiliki gelar. Gelar tersebut diberikan secara turun
temurun dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya. Pewarisan suku
kepada anak adalah berdasarkan suku ibunya. Maka, berdasarkan aturan tersebut,
Minangkabau menjadi salah satu dari segelintir negara didunia yang menganut
sistem matrilineal. Dan sampai saat ini sistem matrilineal hidup berdampingan
dengan hukum islam di Minangkabau. Di Minangkabau, posisi yang tertinggi itu
tidak hanya diperankan oleh laki-laki sebagai Penghulu, akan tetapi seorang
wanita juga memiliki kedudukan yang tinggi dalam kekerabatannya dengan
menjadi Bundo Kanduang. Wanita merupakan pemimpin dan pihak yang memiliki
kekuasaan tertinggi terhadap harta pusaka, sedangkan yang laki laki hanya
diperbolehkan ikut mengolah dan mengatur pemanfaatan harta pusaka untuk
kamanakan (keponakan) dan dunsanaknyo (kerabat atau saudaranya) supaya tidak
terjadi selisih paham karena harta pusaka. Maka dari itu, pemilik rumah gadang
di Minangkabau adalah wanita sedangkan laki-laki hanya menumpang dirumah
istrinya.
Sebagai
seorang Bundo Kanduang, wanita di Minangkabau dituntut untuk menjadi seorang
yang taat beragama, cerdas, berbudi pekerti yang baik, bijaksana, dan
sifat-sifat terpuji lainnya. Seorang wanita di Minangkabau harus mengerti
dengan ungkapan berikut “tahu di mudharat jo manfaat, mangana
labo jo rugi, mangatahui sumbang jo salah, tahu di unak kamanyangkuik,
tahu di rantiang ka mancucuak, ingek di dahan ka mahimpok, tahu di angin nan
basiruik, arih di ombak nan basabuang, tahu di alamat kato sampai”. Ungkapan
tersebut merupakan seruan bagi kaum wanita di Minangkabau supaya selalu ingat
bahwa dia adalah seorang pemimpin (pemilik suku) yang harus menjadi teladan
yang
penuh dengan kearifan
serta menjaga nama baik keluarga ataupun sukunya. Seorang wanita hendaklah
hati-hati dalam bertutur kata supaya tidak ada orang yang tersinggung dan dalam
berjalan haruslah memperhatikan langkahnya agar sesuatu yang dilakukan tiak
mendatangkan mudarat nantinya, sesuai dengan ungkapan “bakato sapatah
di pikiri, bajalan salangkah maliek suruik, muluik tadorong ameh timbangannyo,
kaki tataruang inai padahannyo, urang pandorong gadang kanai, urang pandareh
hilang aka”. Selain itu, kaum wanita juga harus selalu taat beribadah
kepada Allah SWT, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, rendah
hati, dan sopan santun. Kaum wanita harus bisa menjadi panutan bagi anak
cucunya, harus hidup hemat sebagai pemilik harta kekayaan, tidak boleh
berfoya-foya karena harta terebut yang nantinya akan dimanfaatkan untuk
kelangsungan hidup anak cucunya kelak. Sehingga, setiap suku di Minangkabau
dapat dipastikan memiliki harta benda pusaka masing-masing.
Begitu
banyaknya suku di Minangkabau dan perkawinan antara dua suku yang sejenis
dilarang. Seorang wanita akan di perbolehkan menikah dengan laki-laki yang
berasal dari suku lain atau dari luar suku wanita tersebut, apabila terdapat
pernikahan dalam satu suku yang sama, maka masyarakat berhak memberikan sanksi
sesuai dengan aturan adat di Minangkabau. Biasanya orang yang menikah dengan
suku yang sama akan dibung oleh adat, mereka tidak diperbolehkan lagi tinggal
di daerah tersebut. Akan tetapi, jika pernikahan itu terjadi antara dua suku
yang berbeda maka anak hasil dari pernikahan itu nantinya akan mengikuti suku
ibunya, bukan ayahnya. Posisi ayah atau seorang suami di Minangkabau biasanya
disebut sebagai Sumando.
Sumando
adalah orang luar (pendatang) di keluarga istrinya dan dia harus menjadi
pelindung keluarganya. Seorang sumando juga bisa menjadi mamak di keluarganya
dan bertugas untuk mengarahkan kamanakannya. Sesuai dengan pepatah, “ Anak
dipangku, kamanakan dibimbiang”. Maka, seorang sumando itu wajib menjadi ayah
yang hebat bagi anak anaknya, memberikan contoh yang baik dan mengarahkan dan
membimbing kamanakannya. Selain itu, seorang sumando juga tidak diperbolehkan
untuk membawa harta sang istri ke keluarganya, karena sumando hanyalah
pendatang di keluarga sang istri. Ada 4 kriteria sumando yang terkenal di
Minangkabau, yaitu :
· Sumando
Niniak Mamak
Merupakan
sumando yang bertanggungjawab terhadap keluarganya, baik dalam keluarga istri
maupun keluarganya sendiri, dan berhasil menjadi suri teladan bagi anaknya dan
membimbing serta mengarahkan kamanakannya, begitu juga dengan budi pekertinya
dalam bergaul dengan masyarakat sekitar.
· Sumando
Langau Hijau
Adalah
sebutan bagi sumando yang kerjaannya hanya kawin cerai dan memiliki anak
dimana-mana.
· Sumando
Kacang Miang
Adalah
sebutan bagi sumando yang hanya menjadi pengganggu dan merusak ketentraman di
lingkungan masyarakat.
· Sumando
Lapiak Buruak
Adalah
sebutan bagi sumando yang hanya berdiam diri di rumah istrinya, bahkan sampai
melupakan kampung halaman dan kemenakannya.
· Sumando
Apak Paja
Adalah
sebutan bagi sumando yang hanya bisa menjadi pejantan biasa saja.
· Sumando
Gadang Malendo
Adalah
sebutan bagi sumando yang tidak sopan telah mendahului para mamak di rumah
istrinya dalam mengatur para kamanakan dan berlagak tanpa malu malu bagaikan
pemimpin (kepala kaum) di keluarga istrinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Minangkabau memiliki sistem kekerabatan yang unik dan beda
dengan daerah lainnya yaitu sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan
menurut garis keturunan Ibu tersebut menjadikan wanita di Minangkabau menempati
posisi yang sangat penting dalam kaumnya. Sistem matrilineal tersebut menjadi
sebuah kearifan lokal masyarakat Minang sejak dahulu sampai dengan saat
sekarang ini.
Peran Bundo Kanduang sangat besar sekali pengaruhnya bagi
perkembangan suatu suku. Meskipun sistem tersebut terikat dengan adat,
kehidupan masyarakat Minang juga harus dibarengi dengan kesungguhan dalam
menjalankan syariat Agama Islam yang dianutnya.
Adat Istiadat di Minangkabau dibuat untuk mengatur tata prilaku
atau adab pergaulan sehari-hari yang selalu berpedoman kepada Alqur’an sebagai
wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT karena kecintaanNya kepada hambaNya.
Oleh sebab itu, kearifan lokal yang bernilai tinggi yang menjadi
ciri khas suatu daerah dan langka di dunia tersebut harus selalu dijaga,
dipelihara, dan dilestarikan keberadaannya, karena kearifan lokal juga termasuk
kedalam pencerminan terhadap jati diri masyarakat setempat yang memiikinya,
seperti apa prilaku dan adab masyarakat setempat bisa dilihat secara
keseluruhan dengan kearifan lokal yang mereka miliki.
Kearifan lokal adalah sebuah pola pikir dan cara pandang yang
direalisasikan dalam bentuk kegiatan dan semacamnya dan menjadi tradisi secara
turun temurun yang diciptakan bersama oleh masyarakat, dari masyarakat, dan
untuk masyarakat.
3.2 DAFTAR PUSTAKA